Jumat, 30 September 2016

Biografi Chairil Anwar | Dunia Kata

0 komentar
Chairil Anwar adalah seorang penyair yang berasal dari Indonesia. Chairil Anwar mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun. Ia juga dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” dalam karya-nya, yaitu "Aku".  Ia telah menulis sebanyak 94 karya, termasuk 70 puisi. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia.

Biografi Chairil Anwar Penyair Indonesia
Image Courtesy of id.wikipedia.com

Biodata Chairil Anwar

Nama Lengkap : Chairil Anwar
Tanggal Lahir : 26 Juli 1922
Tempat Lahir : Medan, Indonesia
Pekerjaan : Penyair
Kebangsaan : Indonesia
Orang tua : Toeloes (ayah) dan Saleha (ibu)

Biografi Chairil Anwar

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha, ayahnya berasal dari Taeh Baruah. Ayahnya pernah menjabat sebagai Bupati Kabupaten Inderagiri, Riau. Sedangkan ibunya berasal dari Situjug, Limapuluh Kota Ia masih punya pertalian kerabat dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Sebagai anak tunggal yang biasanya selalu dimanjakan oleh orang tuanya, namun Chairil Anwar tidak mengalami hal tersebut. Bahkan ia dibesarkan dalam keluarga yang terbilang tidak baik. Kedua orang tuanya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sewaktu kecil Nenek dari Chairil Anwar merupakan teman akrab yang cukup mengesankan dalam hidupnya. Kepedihan mendalam yang ia alami pada saat neneknya meninggal dunia.

Chairil Anwar bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai menulis puisi ketika remaja, tetapi tidak satupun puisi yang berhasil ia buat yang sesuai dengan keinginannya.

Meskipun ia tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, tetapi ia tidak membuang waktunya sia-sia, ia mengisi waktunya dengan membaca karya-karya pengarang Internasional ternama, seperti : Rainer Maria Rike, W.H. Auden, Archibald Macleish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Ia juga menguasai beberapa bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.


Pada saat berusia 19 tahun, ia pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) bersama dengan ibunya pada tahun 1940 dimana ia mulai kenal dan serius menggeluti dunia sastra. Puisi pertama yang telah ia publikasikan, yaitu pada tahun 1942. Chairil terus menulis berbagai puisi. Puisinya memiliki berbagai macam tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme.

Selain nenek, ibu adalah wanita yang paling Chairil cinta. Ia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Dunia Sastra

Nama Chairil Anwar mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia berusia dua puluh tahun. Namun, saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di "Majalah Pandji" untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia yang tidak diterbitkan hingga tahun 1945.

Biografi Chairil Anwar Penyair Indonesia
Image Courtesy of commons.wikipedia.org

Salah satu puisinya yang paling terkenal dan sering dideklamasikan berjudul Aku ("Aku mau hidup Seribu Tahun lagi!"). Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia juga pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat "Gelanggang" dan Gema Suasana. Dia juga mendirikan "Gelanggang Seniman Merdeka" pada tahun 1946.

Kumpulan puisinya antara lain: Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949); Deru Campur Debu (1949), Tiga Menguak Takdir (1950 bersama Seniman Pelopor Angkatan 45 Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang (1986), Koleksi sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986); Derai-derai Cemara (1998). Buku kumpulan puisinya diterbitkan Gramedia berjudul Aku ini Binatang Jalang (1986).

Karya-karya terjemahannya adalah: Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948, Andre Gide); Kena Gempur (1951, John Steinbeck). Karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol antara lain “Sharp gravel, Indonesian poems”, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960); “Cuatro poemas indonesios, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati” (Madrid: Palma de Mallorca, 1962); Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963); “Only Dust: Three Modern Indonesian Poets”, oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969).

Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta kepada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun karena masalah kesulitan ekonomi, mereka berdua akhirnya bercerai pada akhir tahun 1948.

Puisi "Aku"

Chairil Anwar pertama kali membaca "AKU" di Pusat Kebudayaan Jakarta pada bulan Juli 1943. Hal ini kemudian dicetak dalam Pemandangan dengan judul "Semangat", sesuai dengan dokumenter sastra Indonesia, HB Jassin, ini bertujuan untuk menghindari sensor dan untuk lebih mempromosikan gerakan kebebasan. "AKU" telah pergi untuk menjadi puisi Anwar yang paling terkenal.

"Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Akhir Hayat"

Karya-karya yang Membahas Mengenai Chairil Anwar

  1. Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)
  2. Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972)
  3. Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar" (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)
  4. S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar" (New York, 1976)
  5. Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976).
  6. Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976
  7. H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai kumpulan hasil tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983)
  8. Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)
  9. Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
  10. Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)
  11. Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta: Obor, 1995)
  12. Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar" (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)
  13. Drama Pengadilan Sastra Chairil Anwar karya Eko Tunas, sutradara Joshua Igho, di Gedung Kesenian Kota Tegal (2006)

Akhir Hayat

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi dengan kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April 1949, penyebab kematiannya tidak diketahui pasti. Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. 

Menurut catatan rumah sakit tersebut, ia dirawat karena tifus. Meskipun demikian, ia sebenarnya sudah lama menderita penyakit paru-paru dan infeksi yang menyebabkan dirinya makin lemah, sehingga timbullah penyakit usus yang membawa kematian dirinya yakni ususnya pecah. Tapi, menjelang akhir hayatnya ia menggigau karena tinggi panas badannya, dan di saat dia insaf akan dirinya dia mengucap, "Tuhanku, Tuhanku...".

Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Kritikus sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyerah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas Dan Jang Putus".
Read more...

Selasa, 27 September 2016

0 komentar
Dunia kata-Kumpulan puisi kehidupan kali ini adalah alunan indah kata kata dan kutipan seputar renungan kehidupan yang penuh makna terangkai dalam karya puisi. Kehidupan memang penuh warna dan dinamika dimana didalam menjalaninya kita selalu mendapatkan berbagai hal tak terduka baik itu menyenangkan maupun yang tidak menyenagkan. Yang jelas bahwa hidup ini harus terus berjalan apapun yang terjadi.
Kumpulan puisi kehidupan dibawah ini bisa anda baca sebagai apresiasi yang penuh arti akan indah dan sulitnya kehidupan yang fana ini. Semoga puisi tentang kehidupan berikut bisa menyadarkan kita agar bisa terus bersyukur akan segala nikmat bahkan cobaan yang diberikan Tuhan kepada kita dalam perjalanan kehidupan.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEil7BLk4AoTyY1KiUZ1WMRlCqx7d5PtmRVOYzLxUejEL3tVU9UJhELGn1pEPTvcFrP7Uliv623o_fy_8GpZvcKoFEtNWCUWi45nOfsrg-ynG9XKsk-V4ozX6z19up17YtNK-La_RdB-IKlr/s1600/7690-merenung.jpg

Kumpulan Puisi Kehidupan

 

GELISAH
Gelap malam penuh kesunyian
Lamunan jauh menerawang angkasa
Membukakan pintu-pintu mimpi
Menyibakan tirai-tirai kegalauan jiwa
Bias keremangan memudarkan kasih
Memutar hati menguak arti ilusi
Memedarkan beribu warni cahaya
Membayang menjauh dari arah cita
Katak merengek ikut meresah
Menggugah hati kala gelisah
Air hujan menetes berduka
Membasah bumi ikut bersedih
Gema kegundahan kian bertalu
Gemercik air melantun irama nan merdu
Berhembus angin membelai lembut
Gemerisik suara daun menghibur
Membangkit menggugah kalbu
Meliuk menari rumput nan ayu
Melambai perlahan seolah mengajak
Melepas duka menjemput cinta
Merayu bernyanyi kerinduan
Menyongsong esok akan kebahagiaan

PANORAMA KEHIDUPAN
Angin bertiup kearah sang penghidupan
Menikmati panorama dipagi hari,
Merasakan sejuknya alam yang damai.
Para burung mulai keluar dari rumahnya,
Berterbangan dan mulai mencari apa yang harus dia cari
Awan hitam yg menyelimuti,
Kini berubah menjadi Awan Biru Keindahan
dan menjadi Langit yg menakjubkan.
Lukisan-Lukisan yg menghiasi Langit Pagi,
menambah kedamaian hati
dan membuat mata menjadi Kagum.
Itulah Tuhan,
Sang Pencipta abadi.
Menciptakan segala rupa,
dan menikmati hasil karyanya tentang
Indahnya Panorama Kehidupan.

PELABUHAN HIDUP
Gelap yang kelam akan tiba dengan sendirinya
Raga dan ruhmu akan lepas sejenak melayang menjadi mimpi
Kibasan angin gelap merasuk menusuk setiap rongga kehidupan
Perlahan namun sengit, menjamahi apa yang ada
Terlupa sudah memori palsu itu
Hanya terlewat takkan abadi
Jiwa murka selalu ditengahi suka
Perangai buruk akan terbentuk
Kelam berubah
Muram kalah
Suram tak terjamah
Tanda mulai mengatas
Imaji jadi pasti
Teori akan jadi kondisi sesungguhnya
Terpikir dan terukir di pelipis mata
Hilang sekejap namun akan kembali mengenda

HARTA DAN CINTA
Jangan Kau Melihat Wajah Karena Bisa Menipu
Jangan Pula Kau Melihat Harta Karena Bisa Hilang
Datanglah Kepada Orang Yang Bisa
Membuatmu Tersenyum,
Membuatmu Selalu Tertawa,
Dan Membuatmu Merasa Dia akan selalu disampingmu,
Melindungimu dan Menyayangimu.
Jangan Kau Sia-siakan hidup untuk hari ini,
Hidup ini Terlampau Singkat
Bila dilewatkan Bersama Pilihan Yang Salah

BINGKAI KEHIDUPAN
Masa demi masa berlalu sudah
Kemana kaki jalan melangkah
Liku-liku kehidupan mengukir sejarah
Kini saatnya berpotret diri
Berbenah dari segala keburukan
Meningkatkan semua kebaikan
Ramadhan sebentar khan tiba
Kini saatnya tuk membuka pintu hati
Memaafkan semua kehilafan
Mari kita sambut dengan gembira
Dengan memperbanyak ibadah
Tuk menggapai tingkatan taqwa
Derajat tertinggi disisi khalik
Semoga Allah selalu membimbing kita
Dan nanti memasukkan kita dalam surga-Nya
Amiin

RENUNGAN MALAM
Malam ini begitu menerawang,,,,
bagikan gelap tak kunjung terang,,,
manakala hati sedang gundah gulana,,,
menuntun suatu isyarat untuk memenuhi,,,
yang dilalui untuk mengetahui,,,
Mulailah untuk menjadi akhir,,,
akhirilah untuk memulai yang baru,,,
dengan tujuan yang pasti,,,
akan sebuah gapaian yang indah,,,
naluri yang kita inginkan,,,
untuk sebuah ilusi,,,
yang terjadi kelak dalam kelam,,,,
Malam berganti pagi,,,,
mulai dengan lembaran baru,,,
untuk tujuan yang pasti,,,,
namun terjadi hal2 yang terlah menghalang,,,
dengan tujuan pasti,,,,
halangan tak terhiraukan,,,
dengan jauh melangkah kutrobosnya,,,
untuk menuntaskan dunia depan yang jauh,,,,

AKU BISA MEMAHAMI TAK BISA MENGERTI
Aku….
Aku berdiri bersandar di tembok ini…
Memahami setiap isi bait yang ku temui…
Ternyata tak bisa ku mengerti..
Hanya bisa melihat dan membaca nya..
Aku….
Aku memang jalang dan tak berharga diri..
Yang selalu mengusik diri dengan api..
Menimba api dengan sayatan mimpi..
Aku tercoreng ke lembah ini…
Dan aku…
Aku terlihat menjadi inti diri…
Menjadi rapi di hari yang sunyi..
Dan aku menjadi sunyi di setiap hari..
Karena api ku padam di tiup sunyi…

KEBAHAGIAAN
Senyumlah..
andainya senyummu itu,
bisa menopengi kedukaan,
kerna kau akan lebih derita,
melihatkan wajahmu sengsara.
Ketawalah..
andainya tawa itu,
mampu mengusir kecewa,
kerna titisan luka pasti mengalir,
tanpa hati yang mengepam gembira.
Carilah bahagia,
biarpun sampai kehujung nyawa,
kerna itulah pengobat segala nestapa.
Andainya jasadmu kian longlai,
bertongkatkanlah dengan ucapan,
tasbih Ilahi dengan penuh harapan,
karna nyawamu takkan berkekalan.

EPIFAT KEHIDUPAN
Terjerat dalam kebingungan
waktu yang merenggut manisnya kehidupan
mengikis sisa keharmonisan
terlukis pada akhir goresan
Asma-Mu…….
Selalu terucap, dalam lirih lepas udara keaslian
jika nafas masih teratur berjalan
warna itu takkan pernah ternodai
perbuatan itu,pasti berakhir mati.
Jika Kau beri aku 1 harapan
pasti ku beri sejuta pancaran keabadian janji sejati

PERJALANAN
Wanita malam jadi kenangan
Dalam suatu perjalanan
Bola matanya indah menggoda
Memberi rayuan tentang kemesraan
Sungguh murah kau tawarkan
Ternyata cukup uang recehan
Cuma sekedar untuk membeli jajanan
Pernah sesekali aku tanyakan
Mengapa tak kau tinggalkan hal demikian
Sebab itu kesia-siaan
Tak salah memang kau katakan
Kalau itu saling menguntungkan
Tetapi ada pihak yang dirugikan
Ibu mu yang melahirkan
******
Read more...