Kamis, 22 Desember 2016

Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan || Dunia Kata

0 komentar
Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan
Cerita Jaka tarub merupakan cerita rakyat yang melegenda yang dengan dikisahkan oleh seorang pemuda yang bernama Jaka Tarub. Dikisahkan pada jaman dahulu hidup sebatangkara seorang pemuda bernama Jaka Tarub di sebuah desa. Pada suatu malam, ditengah tidurnya yang lelap, Jaka Tarub bermimpi tentang ibunya dan mendapat istri seorang bidadari nan cantik jelita dari kayangan. Ia dibangunkan oleh kang dopo salah satu tetangganya. Dia menceritakan mimpinya ke kang dopo. Tetapi malah diejeknya,” mana mungkin ada bidadari turun, apalagi menikah denganmu jaka? Jangan bermimpi yang tidak mungkin!” ucap kang dopo. “Tetapi aku sudah bermimpi berkali kali dengan cerita yang sama yaitu bertemu bidadari cantik” balasnya. “terserah kamulah” ujar kang dopo sambil pergi meninggalkannya. Walaupun demikian, mimpi indah barusan masih terbayang dalam ingatannya. Jaka Tarub tidak dapat tidur lagi. Ia pun berdiri sambil menatap bintang bintang di langit.

Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang berburu. Dia juga seorang pemburu yang handal. Keahliannya itu diperolehnya dari mendiang ayahnya. Jaka Tarub seringkali diajak berburu oleh ayahnya sedari kecil. Pagi itu Jaka Tarub telah siap berburu ke hutan. Busur, panah, pisau dan pedang telah disiapkannya.  Jaka pergi kehutan untuk berburu mencari hewan buruan untuk dimakan. Sesampainya dihutan dia mencari cari apa yang akan menjadi binatang buruannya. Tetapi pagi itu dia bernasib sial, jaka tidak memperoleh apapun untuk bias dimakannya. “Pertanda apa ini ?”, pikirnya. Jaka Tarub segera menepis pikiran buruk yang melintas di benaknya. Setelah beristirahat sejenak, ia segera berjalan lagi. Nasib sial belum mau meninggalkan Jaka tarub. Setelah berjalan dan menunggu beberapa kali, tak seekor hewan buruanpun yang melintas.

 Matahari makin meninggi. Jaka Tarub merasa lapar. Tak ada bekal yang dibawanya karena ia memang yakin tak akan selama ini berada di hutan. Dia justru lebih banyak melamun. Karena rasa haus yang baru dirasakannya, Jaka Tarub melangkahkan kakinya ke arah danau. Danau yang terletak di tengah Hutan, Ketika hampir sampai di danau itu, Jaka Tarub menghentikan langkah kakinya. Telinganya menangkap suara gadis gadis yang sedang bersenda gurau. Dengan mengendap endap Jaka Tarub melangkahkan kakinya lagi menuju Danau tersebut. Suara tawa gadis gadis itu makin jelas terdengar. Jaka Tarub mengintip dari balik batu besar di tepi danau tengah hutan. Alangkah terkejutnya Jaka Tarub menyaksikan tujuh orang gadis cantik sedang mandi di Danau tersebut. Jantungnya berdegub makin kencang. Semuanya berparas sangat cantik. Dari percakapan mereka, Jaka Tarub tahu kalau tujuh orang gadis itu adalah bidadari yang turun dari kayangan.

              Jaka Tarub melihat tumpukan slendang bidadari di atas sebuah batu besar di pinggir danau. Semua slendang itu memiliki warna yang berbeda.  Karena terpikat, dia mengambil salah satu selendang berwarna oranye yang tengah disampirkan oleh salah seorang bidadari. Ketika ketujuh bidadari selesai mandi, bidadari - bidadari itu satu persatu mengambil selendang miliknya dan bersiap untuk terbang. Namun, salah seorang diantara mereka tidak menemukan selendangnya dan dia pun tidak bisa terbang ke kayangan kembali. Karena waktu mereka telah hampir habis, dia ditinggal oleh para saudaranya sendiri di danau itu. Bidadari itu merasa sedih dan menangis. Bidadari tersebut bernama Nawangwulan. Nawangwulan tidak dapat berbuat apa apa. Ia hanya bisa mengangguk dan melambaikan tangan kepada keenam temannya yang terbang perlahan meninggalkan Danau. “Mungkin memang nasibku untuk menjadi penghuni bumi”, pikir Nawangwulan sambil mencucurkan air mata.

              Nawangwulan kelihatan putus asa. Tiba tiba tanpa sadar ia berucap “Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan kujadikan saudara bila dia perempuan, tapi bila ia laki laki akan kujadikan suamiku”. Jaka Tarub yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik Nawangwulan dari balik pohon tersenyum senang. “Akhirnya mimpiku menjadi kenyataan”, pikirnya. Jaka Tarub keluar dari persembunyiannya dan berjalan kearah danau. Ia membawakan baju untuk bidadari itu. Dengan pura – pura tidak tau bahwa ada wanita cantik yang sedang berendam di danau tersebut. “Aku Jaka Tarub. Aku membawakan pakaian yang kau butuhkan. Ambillah dan pakailah segera. Hari sudah hampir malam” ucap Jaka Tarub. “Aku Nawangwulan.  Aku bidadari dari kayangan yang tidak bisa kembali kesana karena slendangku hilang”, kata Nawangwulan memperkenalkan diri. Ia memenuhi kata kata yang diucapkannya tadi. Tanpa ragu Nawangwulan bersedia menerima Jaka Tarub sebagai suaminya.

            Hari berganti hari, bulan berganti bulan, hingga tahun pun berganti tak terasa rumah tangga Jaka Tarub dan Nawangwulan telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Nawangsih. Tak seorangpun penduduk desa yang mencurigai siapa sebenarnya Nawangwulan. Jaka Tarub mengakui istrinya itu sebagai gadis yang berasal dari sebuah desa yang jauh dari kampungnya. Sejak menikah dengan Nawangwulan, Jaka Tarub merasa heran mengapa padi di lumbung mereka kelihatannya tidak berkurang walau dimasak setiap hari. Lama lama tumpukan padi itu semakin meninggi. Pada suatu pagi, Nawangwulan hendak mencuci ke sungai. Ia menitipkan Nawangsih pada Jaka Tarub. Nawangwulan juga mengingatkan suaminya itu untuk tidak membuka tutup kukusan nasi yang sedang dimasaknya.
tetapi Jaka Tarub tetap ingin membuka kukusan nasi itu. Dia merasa ingin tau apa yang ada dalam kukusan nasi hingga ia menghiraukan pesan Nawangwulan.

            Betapa terkejutnya Jaka Tarub demi melihat isi kukusan itu. Nawangwulan hanya memasak setangkai padi. Nawangwulan yang rupanya telah sampai di rumah menatap marah kepada suaminya yang tertunduk dihadapannya “Kenapa kau melanggar pesanku Mas ?”, tanyanya berang. Jaka Tarub tidak bisa menjawab. Ia hanya terdiam. “Hilanglah sudah kesaktianku untuk merubah setangkai padi menjadi sebakul nasi”. Jaka Tarub menyesali perbuatannya. Pada suatu hari Ketika sedang menarik batang batang padi, Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang lembut. Karena penasaran, Nawangwulan terus menarik benda itu. Wajah Nawangwulan seketika pucat pasi menatap benda yang baru saja berhasil diraihnya. Baju bidadari dan selendang yang dikenalnya.

            Nawangwulan merasa dirinya ditipu oleh Jaka Tarub yang sekarang telah menjadi suaminya. dia sama sekali tidak menyangka ternyata orang yang tega mencuri bajunya adalah Jaka Tarub.“Kenapa kau tega melakukan ini padaku Jaka Tarub ?”, tanya Nawangwulan dengan nada sedih. “Maafkan aku Nawangwulan”, hanya itu kata kata yang sanggup diucapkan Jaka Tarub. Dia terlihat sangat menyesal. “Aku akan kembali ke kayangan karena sesungguhnya aku ini seorang bidadari. Tempatku bukan disini”Jaka Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Dia ingin terlihat tegar. Setelah Jaka Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawangwulan, sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Nawangsih yang semakin tumbuh besar, dan dia akan segera menikah dengan seseorang. Tetapi dibalik itu Jaka Tarub ayah Nawangsih tidak ingin ditinggal olehnya, karena Jaka Tarub sudah ditinggal oleh istrinya karena perbuatannya. Dan dia belum ingin kehilangan putri sematawayangnya tersebut.

            Dari cerita diatas kita bisa ambil hikmahnya bahwa Sesuatu yang tidak didasari kejujuran, pasti akan menjadi masalah di belakang hari. Percayalah bahwa masalah yang akan datang itu bukan masalah yang biasa saja. Kejujuran merupakan fondasi dari segala macam hubungan supaya tercapainya harmonisasi. Seseorang yang jujur kepada pasangannya tentu akan menambah nilai kebersamaan mereka. Nilai kebersamaan itu akan menjadi lengkap tanpa adanya rasa was-was akan rahasia yang terungkap dan lain sebagainya. Selain itu orang yang jujur tidak memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak menyukainya.

-Bramasta Krisna Diandra/16410074-

0 komentar:

Posting Komentar