Kamis, 22 Desember 2016

Seminar "UPGRIS BERSASTRA" Universitas PGRI Semarang

0 komentar

UPGRIS BERSASTRA dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2016. Dalam rangka mendekati bulan bahasa Universitas PGRI Semarang mengadakan sebuah kegiatan yang bermanfaat yaitu acara seminar yang diberi nama “UPGRIS BETSASTRA”. Pukul 07:30 banyak orang yang berbondong – bonding memasuki Balairung Universitas PGRI Semarang. Dalam acara tersebut menghadirkan sosok sang penyair handal yaitu Triyanto Triwikromo yang karya sastranya akan dibedah dalam acara tersebut. Karya yang akan dibahas dalam acara tersebut bertuliskan “ 3 buku, 3 pembaca, 3 Kritikus, 1 pengarang “ yang menjadi menarik perhatian dari mahasiswa terutama dari Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Sastra (FPBS).
Acara dibuka dengan persembahan tari – tarian dan syair - syair karya Triyanto yang dibacakan oleh para mahasiswa. Diawali dengan 3 pembaca. Pembaca pertama yaitu Bapak Rektor Dr. Mukhdi dengam membacakan puisi yang berjudul “ Takziah “. Kemudian pembaca kedua yaitu Ibu Wakil Rektor yaitu Dra. Suciarti yang membacakan puisi yang berjudul “selir musim panas.pembaca yang ketiga dibacakan oleh group band tetapi membacakannya dalam bentuk lagu.
Kemudian masuk dalam acara selanjutnya pembedahan bukuoleh 3 kritikus. Kritikus yang pertama bernama Nur Hidayat yang membedah buku karya Triyanto yang berjudul Sesat Pikir Para Binatang. Tetapi Nur Hidayat tidak memberikan komentar terhadap karya tersebut malah memuji seorang Triyanto. Kemudian krtikikus kedua yaitu Prasetyo Utomo yang membedah buku yang berjudul Bersepeda Ke Neraka. Prasetyo berpendapat bahwa buku tersebut masuk dalam sastra tidak memiliki genetic. Kemudian Widyanur Eko Putra membedah buku berjudul Selir Musim Panas. Sama seperti Nur HIdayat, Widyanur juga tidak menjelaskan secara spesifik tentang buku tersebut.
Acara selanjutanya yaitu sang penyair tersebut di undang ke atas panggung untuk di beri pertanyaan oleh moderator tentang karyanya. Pertanyaan pertama “ Apa enaknya jadi seorang penulis? “ triyanto menjawab “ Jadi penulis itu sama seperti tukng panjat kelapa. Jadi tidak keren” . Beliau berpesan jika ingin menjadi penulis jadilah penulis yang sederhana. Pertanyaan kedua “ mengapa banyak pembunuhan dan Kematian?” san penulispun menjawab “ Kematian itu menguak kehidupan, bukan dari ada lalu tiada tetapi dari tiada menjadi ada “. Pertanyaan ketiga “ Kenapa banyak unsur binatang?” beliau menjawab “ jangan lupa kita adalah binatang binatang yang bertulang belakang. Maka benar bila perjuangan terberat adalah menjadi manusia”. Acara kemudian ditutup denan pesan “ Bila menjadi penulis, jadilah penulis dengan sebaik baiknya. 

-Bramasta Krisna Diandra/16410074

0 komentar:

Posting Komentar